Pemahaman tentang filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara yang menjadi landasan transformasi pendidikan Indonesia yang berpihak pada anak,

administrator Oktober 31, 2023

Pemahaman tentang filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara yang menjadi landasan transformasi pendidikan Indonesia yang berpihak pada anak,

Pendidikan di Indonesia selalu memiliki landasan yang kuat, dan salah satu tokoh utama yang memainkan peran penting dalam transformasi pendidikan di negara ini adalah Ki Hajar Dewantara. Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara menjadi dasar yang mengubah arah pendidikan Indonesia, dengan penekanan yang kuat pada peserta didik, anak-anak. Mari kita bongkar beberapa konsep kunci dalam filosofi pendidikannya.

  1. Makna dari Kata ‘Menuntun’: Bagi Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah tugas menuntun anak-anak. Ini menggambarkan peran pendidik sebagai pemandu atau pembimbing dalam perkembangan anak. Tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi lebih sebagai mentor yang memandu anak menuju perkembangan yang sehat.
  2. Peran Menuntun Sesuai Sistem Among: Ki Hajar Dewantara menghargai sistem pendidikan yang berpusat pada pendekatan among, yaitu pendekatan yang menghormati peserta didik. Peserta didik dilihat sebagai individu yang unik, dan pendidik berperan sebagai fasilitator dalam penemuan identitas dan potensi mereka.
  3. Makna dari “Merdeka”: Konsep “merdeka” dalam pendidikan Kihajar Dewantara mencerminkan kebebasan anak untuk berekspresi, berpikir kritis, dan mengembangkan potensi mereka. Pendidikan yang memerdekakan menggali potensi anak dan memberikan mereka otonomi dalam proses belajar.
  4. Kodrat Anak tentang Bermain yang Sama dengan Belajar Kihajar Dewantara memahami bahwa bermain adalah cara alami di mana anak-anak belajar. Oleh karena itu, bermain seharusnya menjadi elemen kunci dalam pendidikan. Bermain bukan hanya tentang kesenangan, tetapi juga tentang pembelajaran.
  5. Pendidikan yang Berpihak/Menghamba pada Anak: Pendekatan Dewantara adalah mengedepankan kepentingan dan perkembangan anak sebagai fokus utama. Pendidikan diarahkan untuk membantu anak mencapai potensi maksimal mereka, dan bukan hanya sekadar memenuhi tujuan pendidik.
  6. Konsep Budi Pekerti: KHD menekankan pentingnya pembentukan karakter dan budi pekerti yang baik dalam pendidikan. Pembentukan budi pekerti adalah elemen penting dalam proses pendidikan yang bertujuan menciptakan individu yang etis dan moral.
  7. Anak Bukan Tabula Rasa: KHD tidak melihat anak sebagai “tabula rasa” yang kosong, tetapi sebagai individu yang unik dengan potensi, pengalaman, dan bakat mereka sendiri. Ini adalah penghargaan terhadap identitas dan latar belakang setiap anak.
  8. Analogi Petani untuk Menjelaskan Kodrat Anak: KHD menggunakan analogi petani untuk menjelaskan kodrat anak. Seperti petani yang merawat tanaman untuk tumbuh dengan baik, pendidik harus merawat perkembangan anak dengan perhatian dan kasih sayang agar mereka tumbuh menjadi individu yang kuat dan berakhlak baik.

 

Pemahaman tentang Pendidikan yang Memerdekakan menurut pemikir – pemikir yang selaras dengan pemikiran KHD dan menjadi acuannya (Metode Montessori dan Taman Anak Frobel)

Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara membuka pintu bagi pendidikan yang berpusat pada peserta didik, memperhatikan potensi unik mereka, dan mendorong pembelajaran yang merdeka dan berarti. Dengan berfokus pada anak sebagai pusat pendidikan, pendidikan Indonesia menjadi alat penting untuk membentuk masa depan yang lebih baik.

Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang Pendidikan yang Memerdekakan memberikan inspirasi bagi berbagai pendekatan pendidikan di seluruh dunia. Namun, selain Ki Hadjar Dewantara, ada dua tokoh pendidikan lainnya yang memiliki pemahaman serupa dan berkontribusi pada transformasi pendidikan: Dr. Maria Montessori dan Friedrich Froebel. Kedua pemikir ini memiliki perspektif yang sejalan dengan prinsip-prinsip Pendidikan yang Memerdekakan.

Metode Montessori:

Metode Montessori adalah pendekatan pendidikan yang dikembangkan oleh Dr. Maria Montessori. Seperti Ki Hadjar Dewantara, Montessori juga mengutamakan kebebasan, kemandirian, dan pembelajaran yang berpusat pada anak. Dalam Metode Montessori, anak dianggap sebagai individu yang aktif dalam proses belajar mereka. Guru dalam metode ini berperan sebagai pengamat dan panduan, sementara anak memiliki kebebasan untuk memilih aktivitas belajar mereka sendiri. Lingkungan belajar Montessori didesain sedemikian rupa untuk memfasilitasi eksplorasi dan pembelajaran mandiri anak. Alat peraga dan bahan pembelajaran dirancang khusus untuk merangsang minat dan pemahaman anak terhadap konsep-konsep penting. Dalam hal ini, Metode Montessori sejalan dengan prinsip Pendidikan yang Memerdekakan yang mendorong kemandirian dan kebebasan berpikir.

Taman Anak Froebel:

Friedrich Froebel, pendiri metode Taman Anak (Kindergarten), juga memiliki perspektif sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Metode Froebel menekankan pentingnya bermain sebagai cara anak belajar. Froebel memahami bahwa bermain adalah cara alamiah bagi anak untuk mengeksplorasi dunia sekitarnya dan memahami konsep-konsep penting. Dalam metodenya, Froebel menciptakan “gifts” dan “occupations” (alat peraga dan aktivitas) yang dirancang untuk merangsang perkembangan intelektual dan kreatif anak. Froebel juga mendukung pengembangan karakter dan moral anak melalui pendekatan bermain. Melalui bermain, anak dapat belajar tentang kerjasama, kemandirian, dan kreativitas, yang sesuai dengan prinsip-prinsip Pendidikan yang Memerdekakan.

Dalam kedua metode ini, pendidikan dilihat sebagai proses yang memberikan kebebasan dan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan potensi mereka, menciptakan individu yang mandiri, kreatif, dan memiliki karakter yang baik. Metode Montessori dan Taman Anak Froebel memiliki kesamaan dengan prinsip-prinsip Pendidikan yang Memerdekakan yang menghargai peran peserta didik dalam pembelajaran, mengakui keunikan setiap anak, dan membimbing mereka menuju keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Semua ini menjadikan kedua metode ini sejalan dengan visi Pendidikan yang Memerdekakan yang diperjuangkan oleh Ki Hadjar Dewantara.

 

Kaitan Filosofi dan Prinsip Pendidikan yang Memerdekakan dengan Tujuan Pendidikan untuk Membentuk Profil Pelajar Pancasila

Pendidikan Indonesia telah berupaya untuk menciptakan generasi muda yang memiliki karakter dan moral yang kokoh sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Untuk mencapai tujuan tersebut, kita dapat melihat kaitan antara filosofi dan prinsip pendidikan yang memerdekakan dengan upaya untuk membentuk profil Pelajar Pancasila.

Filosofi dan Prinsip Pendidikan yang Memerdekakan:

Filosofi pendidikan yang memerdekakan, seperti yang dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara, menekankan pada pemahaman yang mendalam tentang konsep pendidikan yang memberi kebebasan dan kemandirian kepada peserta didik. Dalam pemikiran ini, pendidikan bukanlah hanya tentang transfer pengetahuan, tetapi juga pembentukan karakter dan kepribadian yang baik. Prinsip-prinsip seperti kebebasan, kemandirian, berpikir kritis, dan kreativitas merupakan bagian integral dari pendekatan ini. Pendidikan yang memerdekakan menghargai peran peserta didik dalam proses pembelajaran dan mendorong mereka untuk aktif dalam pengembangan diri.

Tujuan Pendidikan untuk Membentuk Profil Pelajar Pancasila:

Salah satu tujuan pendidikan di Indonesia adalah membentuk profil Pelajar Pancasila. Ini berarti menciptakan individu yang memiliki karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, yaitu keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kemandirian, semangat gotong-royong, kemampuan berkebinekaan secara global, kemampuan berpikir kritis, dan kreativitas. Profil ini mencerminkan aspirasi untuk menciptakan warga negara yang baik, yang bertanggung jawab, memiliki nilai moral yang kuat, dan memiliki kesadaran sosial yang tinggi.

Kaitan Antara Keduanya:

Kaitan antara filosofi dan prinsip pendidikan yang memerdekakan dengan tujuan membentuk profil Pelajar Pancasila sangat erat. Pendidikan yang memerdekakan memberikan landasan bagi terwujudnya profil ini. Prinsip kemandirian dan kebebasan dalam pendidikan menciptakan individu yang mandiri, mampu berpikir kritis, dan kreatif. Selain itu, nilai-nilai moral dan karakter yang ditekankan dalam pendidikan yang memerdekakan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, seperti semangat gotong-royong dan keimanan.

Pendidikan yang memerdekakan juga memberikan ruang bagi peserta didik untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran, sehingga mereka dapat mengembangkan kemampuan berkebinekaan secara global. Ini sangat relevan dengan tujuan pendidikan untuk menciptakan warga negara yang dapat berinteraksi secara positif dalam lingkungan global.

Dalam konteks ini, kaitan antara filosofi dan prinsip pendidikan yang memerdekakan dengan tujuan membentuk profil Pelajar Pancasila adalah bahwa mereka saling mendukung dan menciptakan landasan yang kuat untuk mencapai tujuan mulia ini. Melalui pendidikan yang memerdekakan, kita dapat membentuk generasi muda yang memiliki karakter Pancasila dan siap untuk menghadapi tugas-tugas sosial dan moral di masa depan.

Tinggalkan komentar

Artikel Terkait